Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Senin, 06 September 2010

Tata Ruang Dan Problema ( Study Kasus UU No.26 Tahun 2007 )

Tata Ruang Dan Problema
( Study Kasus UU No.26 Tahun 2007 )

A. Pengertian .

A.I. Pengertian Tata Ruang.
Dalam ketentuan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang, dijelaskan pengertian tata ruang dan ruang bahasan berhubungan dengan persoalan tata Ruang presefsi undang-undang, Pada BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam uu ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

A. 2. Wilayah Tata Ruang.
Ketentuan UU ini Mengatur tentang tata ruang, dalam ketentuan ini wialayah tata ruang yang dimaksud sebagai berikut pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat :
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
25. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
26. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
27. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
31. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Bahwa wilayah yang mendasari dibentuknya tata ruang termasuk yang tercantum di atas dari ayat 17 sampai 31. Maka ini menjadi objek tata ruang terregalisir dan dikaui secara hukum, maka penyimpangan objek tersebut akan terbantahkan sampai ada ketntuan lain atau ketentuan teknis yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang mengajukan tata ruang.

A. 3. Pihak Yang Mengajukan Tata Ruang dan Tugas

Pengajuan wilayah tata Ruang diberikah hak oleh uu kepada pihak –pihak berdasarkan ketetntuan UU No. 26 tahun 2007 pada Bab 1. Ketentuan Umum, pasal 1 ayat berikut:

33. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang.


Upaya pelaksanaan tugas penentuan tata ruang baik itu izin, penunjukkan dan realisasi tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka wewenang tersebut diserahkan kepada otoritas pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.

Persetujuan tata ruang yang diajukan oleh perseorangan, koorporasi dan pemerintah harus ada penetapan dari Menteri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan uu no 26 tahun 2007 tersebut yang terdapat pada pasal Pasal 18 Ayat (1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri. (2) Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur. (3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.



B. Masalah Tata Ruang

Kenyataan uu no 26 thun 2007 tentang tata ruang selama ini tak mampu terealisir dilapangan sesuai dengan maksud dan tujuan keberaan uu, faktanya kepentingan ekonomi dengan di dorong oleh kekuasaaan telah mengorbankan lingkungan dan ruang public. sehingga keberadaan uu tak mampu menyelematkan lingkungan hidup dan ruang public dari ancaman kemusnahan serta ketersediaan ruang public ditengah ketidak konsistenan aparatur pemerintah.
Selama ini penunjukkan tata ruang oleh pemerintah baik itu pemerintah daerah(Kabupaten/kota dan Provinsi) dan Pemerintah pusat bersifat rahasia dalam penunjukkannya tanpa harus tersosialisasikan tata ruang tersebut kepada masyarakat, namun selama ini terjadi adalah setelah keputusan tersebut melalui penetapan penunjukkan oleh menteri yang bersangkutan dengan persetujuan Penjabat pimpinan daerah barulah hal tersebut diumumkan kepada masyarakat setempat
Ketidak tranfaransi penunjukkan wilayah tata rung oleh pemerintah kepada masyarkat terutama berakibat pada masyarakat yang tanah dan usaha mereka berada dikawasan penunjukkan tata ruang yang digunakan pada sector ekonomi, seperti pembangunan perkebunan sawit akan menimbulkan komplik di masyarakat, Komplik yang terjadi berjalan sangat lama.

Penetapan atau penunjukkan Tata Ruang Daerah yang dilakukan oleh menteri dan kepala daerah melalui keputusan menteri akan menjadi masalah untuk dilakukan perubahan jika terjadi kesalahan terhadap wilayah yang ditunjuk ternyata bersinggungan dengan tanah masyarakat atau overley dari wialayah yang ada, Perubahan terhadap penetapan oleh menteri sangat jarang terjadi, kebanyakan persoalan perubahan terjadi dilapangan tanpa merubah dasar hukum tata ruang, Inflikasinya penetapan tanpa perubahan akan menimbulkan masalah Tata Rauang dikemudian hari.

Peran serta masyarakat dalam penentuan Tata Ruang suatu wilayah ternyata tidak dilibatkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Verifikasi lapangan ternyata banyak yang menyimpang atau tidak sesuai fakta lapangan, suatu keprihatinan kita terhadap objek wilayah tata ruang dimana keputusannya sangat merugikan masyarakat, Inipun tidak lepas dari sangat sulitnya pembuatan Sertifikat tanah dan mahalnya proses pembuatan sertifikat tanah bagi masyarakat.



C. Indentifikasi Masalah Tata Ruang,

Persoalan Tata ruang di Kalimantan barat ternyata berdampak pada proses hukum pidana terhadap warga masyarakat, Bayangkan saja ketika masyarakat melakukan penolakkan terhadap Tata Ruang Kalimantan barat , penolakkannya terjadi akibat penunjukkan Tata Ruang Kalbar mengenai lahan pertambakkan masyarakat, akhirnya kasusnya berujung pada kegiatan illegal oleh masyaraakat disebabkan dasar pertimbangan Hukum penetapan menteri tentang tata ruang Kalbar,

C.1. Kasus

Merasa Dirugikan, Warga Dabung Lapor Komnas HAM (Kasus Alih Fungsi Hutan Lindung Manggrove di Kubu Raya)
Perwakilan warga Dabung Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya melapor ke Komisi Hak Asasi Manusia Kalimantan Barat, Sabtu (18/7). Laporan ini terkait kasus alih fungsi hutan lindung menjadi tambak yang sekarang sedang ditangani oleh Polda Kalbar. Warga Dabung melapor karena merasa dirugikan hak-haknya. “Harus dipisahkan antara tambak milik pengusaha atau pejabat dengan tambak milik warga. Lokasinya berbeda. Warga sudah ratusan tahun tinggal di sana dan mereka sudah punya tambak sendiri sebelum Surat Keputusan Menteri tentang Penetapan Kawasan Lindung diterbitkan,” kata Antoni, juru bicara warga. Menyikapi laporan ini, Komnas HAM Kalbar telah membentuk tim khusus. Bahkan, pada awal Agustus, Komnas HAM Pusat dijadwalkan untuk turun ke lapangan. Di samping melapor ke Komnas HAM, untuk membela hak-haknya, perwakilan warga Desa Dabung juga telah bergabung ke dalam sebuah tim dengan beberapa LSM, mahasiswa, kampus, lembaga bantuan hukum dan beberapa pihak lainnya.

Seperti yang telah diberitakan, Polda Kalbar menetapkan 51 tersangka kasus alih fungsi hutan lindung mangrove Desa Dabong, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya. Berkas perkara akan dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dalam pekan ini. Dua di antara tersangka tersebut adalah pejabat atau orang yang cukup dikenal di Kalbar dan selebihnya adalah warga biasa. Mereka dianggap mengelola tambak di dalam kawasan lindung hutan mangrove. Berdasarkan kronologis yang disusun oleh tim advokasi warga, Desa Dabung sudah ada sejak tahun 1791 di mana saat itu berdiri Kerajaan Kubu. Masyarakat Kubu sendiri sudah beberapa generasi mendiami Desa Dabung. Secara turun-temurun masyarakat sudah lama memanfaatkan sumber daya di sana. Warga juga mengantongi surat kepemilikan tanah tahun 1937 yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kubu Nomor: 36 (sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kubu).

Tahun 1981-1982, wilayah itu dimasuki HPH CV Agung Permai dan CV Hasil Rimba. Kedua perusahaan ini menebang areal hutan bakau yang ada di sekitar desa Dabung. Tahun 1982, HPH CV Agung Permai meninggalkan lahan tersebut tanpa melakukan penanaman kembali/reboisasi. Lahan bekas perusahaan ini dibiarkan kosong begitu saja. Tahun 1982-1991, tidak ada kegiatan di lokasi itu dan hanya sedikit mangrove yang tumbuh kembali secara alami. Tahun 1991-1994, sebanyak 40 warga mulai membuat tambak dengan luas 300 Ha. Tambak ini dibuat secara gotong royong. Warga pun “patungan” menyewa ekskavator dan membayar dengan cara cicilan. Jenis ikan yang ditambak yaitu bandeng dan udang windu yang dipanen 3 kali dalam 1 setahun. Baru pada tahun Tahun 2000, keluar SK Menteri Kehutanan no 259/KPTS-II/2000 tentang penetapan Desa Dabung termasuk Kawasan Hutan Lindung.

Penetapan kawasan lindung itu dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat. Dinas Kehutanan tidak pernah sosialisasi kepada masyarakat bahwa daerah tersebut termasuk kawasan lindung, termasuk muspika. Pihak kecamatan juga tidak mengetahui bahwa kawasan tersebut telah ditetapkan menjadi kawasaan lindung. Tahun 2003, Gubernur Usman Jafar melakukan panen raya bersama Bupati Pontianak Agus Salim beserta Muspida Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Pontianak di tambak ini. Bahkan masyarakat mendapat penghargaan dari gubernur sebagai tambak percontohan.

Pada tahun 2004-2007, warga menempuh proses perizinan usaha budidaya di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak. Tetapi sejak tahun 1998 sampai 2008, para penambak sudah membayar pajak sebesar 1,5% kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak. Menurut Antoni, tim turun tanpa konfirmasi kepada warga Desa Dabung, Juli 2008 yang terdiri dari Dinas Kehutanan Kubu Raya, polsek, koramil dan aparat kecamatan untuk melakukan pengecekan. Kemudian, turun lagi tim kedua pada Maret 2009 yang terdiri dari jajaran Polda Kalbar dan Dinas Kehutanan Kubu Raya yang berjumlah 15 orang selama 3 hari. Petugas melakukan wawancara dengan masyarakat dan mengukur daerah yang dianggap tambak.

Lalu pada Maret 2009, 58 warga dipanggil polda untuk dijadikan saksi tersangka. Pertama diperiksa sebanyak 10 orang di Polda Kalbar, selanjutnya tim Polda datang langsung ke desa Dabung untuk melakukan pemeriksaan. Pada April 2009, 58 warga dipanggil untuk didengarkan keterangannya sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana mengerjakan, memanfaatkan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (3) huruf a jo pasal 78 ayat(2) UU RI No. 41 tahun 1999. Saat itu warga tanpa didampingi pengacara dan sebagian warga diminta keterangannya di Desa Dabung, karena tidak mempunyai ongkos untuk ke Kota Pontianak.

Pada akhir April 2009, tujuh perwakilan warga melakukan negosiasi dengan Dinas Kehutanan Kubu Raya yang ditemui Kepala Dinas Kehutanan dan Golda Purba, Staf Hukum Dinas Kehutanan Kubu Raya. Warga mempertanyakan apakah benar Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya yang melaporkan kasus ini dan mengapa sebelum melapor Dinas Kehutanan Kubu Raya tidak datang untuk mengingatkan warga bahwa lahan yang digarap adalah kawasan hutan lindung. “Saat itu awalnya Kepala Dinas Kehutanan KKR tidak mengakui bahwa Dinas Kehutanan KKR yang melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Setelah ada pertengkaran akhirnya dia mengakui bahwa Dinas Kehutanan Kubu Raya-lah yang melaporkan kasus ini ke pemprov dan polri,” ujarnya. Warga tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan mengapa sebelum melapor pihak dinas tidak mengingatkan warga Desa Dabung terlebih dahulu.

Perwakilan warga sudah pernah mengadakan pertemuan dengan bupati, Dinas Kehutanan, perwakilan polda, muspika dan Dinas Perikanan Kabupaten Pontianak, 2 Mei 2008. Dalam pertemuan itu, bupati menyarankan supaya proses penyidikan tetap dilakukan dan warga boleh melakukan aktivitas di tambaknya masing-masing. Sementara Sadik Aziz sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kubu Raya, mengatakan kalau kasus ini tidak bisa diselesaikan, warga akan dipindahkan dari Desa Dabung dan akan disiapkan anggarannya. Dengan pernyataan ini, warga menjadi was-was karena mereka sudah turun temurun tinggal di Desa Dabung.Sejak itu sampai sekarang, warga tidak bisa melakukan aktivitas di tambak karena tambaknya mengalami pendangkalan dan kandungan amoniaknya terlalu tinggi sehingga bibit ikan atau udang yang ditebar akan cepat mati. Selama dijadikan tersangka, warga tidak memiliki penghasilan. Masyarakat was-was karena ditetapkannya sebagai tersangka. (*)
(Sumber : www.pontianakpost.com)

C.2. Analisis Kasus

C.2.a. Kasus Masyarakat Dabung.

Kasus Desa dabung kabupaten Kubu raya telah menjadi contoh tentang Tata ruang kalbar berdimensi komplik dimasyarakat, khususnya para penambak, penggarabkan lahan yang telah lama dilakukan ternyata keluar keputusan menteri tentang penunjukkan lahan lindung diwilayah pertambakkan masyarakat, hingga proses yang terjadi masyarakat jadi korban dari Tata Ruang Kalimantan barat.

Kenyataan proses penetapan tidak disosialisasikan serta verifikasi ternyata berdampak pada cacatnya keputusan penunjukkan lahan lindung bagi suatu wilayah.sebab hasil fakta lapangan lahan yang ditetapkan terdapat aktivitas ekonomi masyarakat yang berlangsung lama serta menjadi tempat pekerjaan yang menghasilkan.

Kondisi ini tak mampu juga merubah keputusan menteri tentang penetapan tata Ruang, persfektif hukum jelas salah tidak sesuai kondisi yang ada, tak ada upaya memperbiki keputusan penunjukkan lahan lindung malah Kenyataan aparat lamban dan kurang proaktif terhadap kasus masyarakat .

C.2.b. Kasus Kawasan Lindung Kec. Matan Hilir Selatan, Di Desa Pematang Gadong, Desa Sei Besar dan Desa Sei Pelang.

Pengajuan Kawasan Hutan lindung di kawasan hutan di kecamatan Matan Hilir selatan sampai sekarang belum di tanggapi oleh pemerintah daerah, kabupaten Ketapang, padahal dikawasan tersebut terdapat orang hutan, bekantan dan buaya, belum lagi masih banyak jenis hewan, burung dan tanaman yang dilindungi.

Proses pengajuan sebagaimana disyaratkan telah dilakukan baik pemetaan, persetujuan masyarakat, pelporan keinstansi terkait, namun kenyataan belum juga diproses dan ditetapkan menjadi wilayah lindung bagi hutan dan hewan serta tumbuhan.

Respon pemerintah daerah terhadap kesungguhan masyarakat dalam pembentukkan tata Ruang lindung tidak sunguh-sungguh. Ini menjadi kendala bagi upaya pembentukkan kawasan lindung, baik itu permohonan masyarakat, koorperasi dan pemerintah desa.


D. Peluang dan Tantangan Tata Ruang

D.1. Peluang

Upaya penetatapan Tata Ruang lindung ditengah masyarakat sekarang telah diakomodasi oleh UU no 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, dalam ketentuan ini djelaskan hak masyarakat dan prosudur yang harus dilakukan untuk pengajuan kawasan lindung.
Masyarakat sekarang sudah semakin cerdas dan peralatan untuk memenuhi persyaratan pengajuan penetapan kawasan lindung sudah tidak terlalu sulit lagi, baik pemetaan, analisis analisis social dan budaya.

Dukungan para pihak terhadap proses penetapan kawasan lindung sesuai dengan tata ruang sudah mampu membangun keasadaran akan kebutuhan ruang hijau dan ruang public bagi masyarakat dan hewanserta tumbuhan yang dilindungi.


D.2. Tantangan.

Kondisi sekarang tantangan Tata Ruang Hijau atau lindung selama ini dapat dilihat 2 aspek yang sangat mendasar bagi pihak-pihak yang mengajukan Ruang hijau tersebut.

1. Kemauan Aparatur Pemerintah.
UU no 26 tahun 2007 tentang tata Ruang sangat jelas menunjuk pemerintah yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan Tata Ruang, Disebabkan oleh persaingan antara kepentingan ruang hijau dan kepentingan ekonomi yang menyebabkan tarik menarik kepentingan, dalam kondisi pemerintah yang korupsi telah menyebabkan tersingkirnya ruang hijau oleh aspek ekonomi.



2. Birokasi yang Panjang.
Dalam pengajuan permohonan tata Ruang Hijau oleh masyarakat ternyata harus menempuh proses birokrasi yang panjang dan lama untuk pengusurusan tersebut. Kendala birokrasi seharus sudah harus di hapus, Hambatan birokrasi sudah harus dibenahi supaya proses pengajuan terhadap tata ruang hijau terlaksana sesuai jadwal dan meningkatkan keasadaran masyarakat atas pentingnya ruang hijau tersebut.


Pontianak, 7 September 2010
Tertanda


Firanda
(Kontak Rakyat Borneo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar