Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Kamis, 06 Januari 2011

Hak Azasi Manusia Disemata

oleh Kontak Rakyat Borneo pada 22 November 2010 jam 13:40

Latar Belakang.
Pada  dasarnya manusia mempunyai hak-hak dasar yang melekat pada dirinya, Hak tersebut dinamakan Hak Azasi Manusia (HAM), dalam pengertian Undang-undang dasar 1945 (UUD 1945 perubahan ) terdapat pengertian,  Tinjauan  hak azasi manusia terkait persoalan di masyarakat semata.  Adapun undang-undang Dasar 1945 perubahan tersebut  sebagai  berikut:

UUD 1945 .BAB XA HAK ASASI MANUSIA.
Pasal 28A “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 28B” 1.      Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.   2.                Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Pasal 28C” 1.      Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.         2.              Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

Pasal 28D” 1.      Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.           2.               Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.            3.      Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”

Pasal 28E” 1.      Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali.     2.           Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.     3.           Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Pasal 28F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Pasal 28G” Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.  Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H” 1.     Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.      2.          Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.   3.            Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabai.   4.    Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.”

Pasal 28I”  1.      Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.       2.   Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.        3.               Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.         4.     Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah.        5.       Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

Pasal 28J “1.       Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.      2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.”

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA,  NOMOR 39 TAHUN 1999, TENTANG  HAK ASASI MANUSIA BAB I,  KETENTUAN UMUM,  Pasal 1 berbunyi : Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
Persoalannya adalah apakah peristiwa disemata termasuk dalam sebuah peristiwa Hak azasi manusia dalam arti pelanggaran hukum ,  inilah yang akan kami kupas sebagai sebuah dekandensi kemanusiaan yang  mereka  (Masyarakat) alami selama 3 tahun dengan hadirnya perusahaan Perkebunan PT.Patiware satu di Kecamatan Tangaran dan Teluk Keramat Kabupaten Sambas.

Hak Azasi Manusia inilah yang membedakan kita apakah manusia atau bukan, kemudian Hak ini merupakan bentuk kemerdekaan kita dari praktek  penjajahan atau perbudakkan sesama manusia yang hidup di abad modern , HAM merupakan sebagai jati diri kita sebagai manusia dan warga Negara.

 1.                   Kondisi masyarakat  pasca Tuntutan masyarakat  pada  Perkebunan.

Masyarakat  menyikapi keberadaan Perkebunan PT.Patiware satu di wilayah mereka disikapi beragam, namun bagi mereka yng lahannya terkena perkebunan sawit yang menjadi konsesi perkebunan PT.Patware satu tent u menolak, selain berkurang tanah garapan dan tanaman selama ini telah mempu menjamin kehidupan mereka, warga dan lingkungan yang baik bagi moral, etos kerja serta budaya.
Aksi masyarakat  terhadap PT.Patiware satu, berupa surat penolakkan kehadiran perkebunan, melaporkan perbuatan perusahaan perkebunan PT.Patiware satu kepada polisi terhadap pengrusakkan lahan, menghancurkan tanaman, kemudian demontrasi (Menyatakan pendapat) kepada Bupati Sambas,  semua prosudur hukum telah dilalui mereka, namun semua itu belum ada kepastian hukum tentang konflik masyarakat dan PT.Patiware satu (Bara Api Dalam Sekam).

Selang waktu menunggu kepastian hukum, Kondisi masyarakat yang lahannya terkena proyek perkebunan atau pihak-pihak yang menentang keberadaan perkebunan diselimuti rasa mencekam,  teror demi teror dialamatkan kepada mereka,  baik  berupa intimidasi, hilangnya pelayanan public untuk mereka( tidak dilayani dari pemerintahan berkenaan hak-hak  sebagai warga negera) dan sampai pada pengaduan kepada aparat keamanan atas tindakkan segelintir orang melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan.

 2.                   Peristiwa    HAM.

Kondisi mencekam bagi pemilik lahan pertanian dan perkebunan  karet  dari dampak perkebunan kelapa Sawit PT.Patiware satu Kecamatan Teluk Keramat dan Kecamatan Tanggaran sangat ironis  ketika perkebunan belum berada di 3 kecamatan tersebut, mereka tentram, damai dan sangat menikmati hidup sebagai petani. Namun sekarang perubahan sekarang terjadi melalui konflik yang sengaja dibenturkan atas nama kepentingan perkebunan dan pihak-pihak yang diuntungkan.
Berdasarkan laporan dan cerita masyarakat yang  menolak perkebunan, banyak hal yang kami anggap telah melanggar hak azasi mereka dari beberapa pihak berkenaan  hak  serta  kewajiban sebagai warga Negara, Adapun beberapa peristiwa yang terjadi terkait dengan Hak Azasi Manusia di semata, sebagai berikut:
  1. Ditingkat Masyarakat,
  • Jang Saguk bersama kawan2nya datang kerumah muslim,  dan memberitahukan dak usah jadi pembangkang kalau tidak rumahnya mu akan dibakar, kau pasti dikeroyok orang ramai-ramai( Jang Saguk  merupakan Orang yang mengancam ini adalah pro swit, sedangkan muslim ini adalah orang yang tidak mau lahan mereka dijadikan lahan perkebunan sawit). Kemudian Muslim menelpon Bapak kapolsek namun tidak ada keputusannya.
  • Pemukulan terhadap seorang warga bernama Kuntung (menolak sawit ditanahnya) dilakukan 4 orang, kemudian laporannya tidak ditindak lanjuti oleh aparat keamanan.
  • Seorang oknum di Semata membawa senjata rakitan(Pistol)  di bawa kemana saja, kewarung, diselipkan dipinggang  untuk  menakuti masyarakat menolak perkebunan sawit serta menunjukkan bahwa ia kebal akan hukum, berita ini didapat dari masyarakat  Desa Semata, faktanya sampai sekarang pelaku tidak ditangkap.
  • Kumpul-kumpul warga masyarakat dilarang , fakta ini diucapkan oleh penjabat disana secara lisan, seolah-olah mereka dianggap dan dicurigai melakukan perbuatan jahat atau makar, akibatnya kumpul-kumpul keluarga di mayarakat dicekam rasa takut, takut dicurigai dan ditangkap.
  • Perusakkan tanaman sagu sebanyak 20 batang(2-1-2010) dilaporkan kepada BPD, kemudian masyarakat melapor kepada Kepala Kampung, Begitu juga tidak ada tanggapan terhadap laporan tersebut oleh BPD dan Kepala Kampung.
  • Banyak masyarakat yang melapor perbuatan oknum tertentu yang merusak lahan dan kebun karet mereka tidak ditanggapi oleh aparat keamanan, masyarakat hanya bisa berdiam tak mampu melawan, hanya perasaannya saja mengutuk dalam diam, contoh kasus, tanggal 15 -7-2010 masyarakat melaporkan Basni yang telah mencabut 60 batang karet kepihak kepolisian, namun sampai sekarang belum ada kepastian hukumnya, bahkan dua kali masyarakat melapor( 23-7-2010).
  • Lahan pertanian warga kini sudah berkurang, sebagaian masyarakat kehilangan pekerjannya atau hasil produksi berkurang akibat pengrusakkan.

  • Ditingkat Desa, Berdasarkan keterangan masyarakat yang menolak sawit, khususnya lahan mereka yang tergusur, Segala kepentingan yang berhubungan dengan administrasi didesa tidak dilayanai atau lama administrasinya, seperti KTP atau pembuatan surat keterangan tanah bagi masyarakat, apalagi mereka yang terkena atau menentang kehadiran perkebunan sawit.

    •  Banyak lagi yang belum terungkap.

       3.                   Analisa Aktor.
      Bahwa  berdasarkan keterangan dan fakta lapangan, maka akan jelaslah siapa-siapa saja yang terlibat dan peran mereka dalam konflik yang terjadi, Semua actor yang terlibat sesuai dengan  kepentingan mereka,  Ini sebuah peristiwa konflik dimasyarakat khusus perkebunan sawit, pihak-pihak ini sudah lazim selalu ada disemua kejadian konflik sawit dikalimantan barat.

      1. Masyarakat.
      Masyarakat (Pemilik lahan) Perannya menolak perkebunan sawit dilatar belakangi  mempertahankan tanah dan usaha pertanian mereka, rata-rata mereka pemilik lahan.

      1. Pengusaha.
      Pengusaha (Pemilik Perkebunan), dengan target usaha perkebunan  mengeluarkan dana dengan kebijakkan memperoleh lahan tanpa melihat lahan siapa, milik siapa, faktanya lahan masyarakat saja dipatok menjadi lahan perkebunan sawit.

      1. Aparat Desa.
      Aparat desa dari tingkat kepala dea, RW,RT dan BPD yang telah melihat kebanyakan berperan membantu perusahaan, bukan pada melihat salah dan benarnya, keterlibatannya berupa usaha-usaha mempersempit ruang gerak masyarakat dalam membuat status tanah masyarakat (Surat keterangan tanah) kemudian membujuk masyarakat bukan menjelaskan hak dan kewajiban masyarakat pemilik lahan didepan hukum.

      1. Pemerintah.
      Bupati sebagai pemberi izin lahan perkebunan, tak mampu melihat praktek –praktek perkebunan yang dilapangan, Pemerintah daerah sekarang hanya melihat kejadian dan meredam tanpa memberikan solusi serta eksekusi kebijakkan, maka sulit didapat sebuah  penyeselesaian.

      1. Aparat keamanan.
      Polisi sebagai pihak yang berwenang terhadap keamanan tentu sangat berkepentingan terhadap konflik masyarakat dengan perkebunan, Namun keberpihakkan aparat keamanan sangat menentukan, selama ini sangat diragukan oleh masyarakat di kecamatan Tangaran dan teluk keramat. Inisiatif Polisi daerah(Polda Kalbar) merupakan solusi terbaik menyikapi persoalan masyarakat disana.

      1. Masyarakat lain.(Lahan mereka yang tida terkena)
      Masyarakat yang mendukung perkebunan ini biasanya dijanjikan lahan   perkebunan, mereka ini tidak terkena arel perkebunan, bagi mereka sangat menguntungkan mendapatkan lahan sedangkan masyarakat yang mempunyai lahan kebetulan termasuk wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit sangat dirugikan, maka tidak heran memang ada masyarakat yang menerima perkebunan sawit di daerah tersebut.

      Memang ulasan actor ini sangat sederhana, namun paling tidak kita sudah paham dan bukan rahasia umum, Semua actor yang ada serta peran mereka sebagian diambil dari ungkapan dari masyarakat di kec.tangaran dan kec.teluk keramat,  melalui laporan tertulis .

       4.                   Analisa Situasi HAM.
      Pasca konflik serta pemukulan terhadap warga oleh oknum pegawai PT.Patiware  satu, menjadi kenyataan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM cukup berat, upaya-upaya penyelesaian selama menemui jalan buntu, kemudian belum ada penyelesaian yang konkrit, semakin sulitlah kehidupan masyarakat,

      Hak-hak hukum masyarakat memperoleh rasa aman, beraktivitas ekonomi, rasa mencekam, tidak adanya pelayanan public sebagai warga Negara, tanah pertanian dan kebun karet yang belum diganti, belum lagi masih ada 3 warga menjadi tersangka dalam konflik mempertahankan tanah yang menghidupi seluruh keluarganya, kondisi serba tidak tentu bagi masyarakat yang hidup disana.

      Kedaulatan secara hukum tak ada lagi bagi mereka, Namun bertahan serta terus berjuang adalah pilihan yang sedang dilakukan, pilihan yang berat untuk masyarakat yang biasa bertani dan menorah getah dikebun, sementara para cerdik pandai memperdaya mereka yang lugu, kebersihan hati, keramah tamahan dan menyatu kealam sebagai kebanggaan kita, merekalah asal muasal hidup bangsa ini.


      Pontianak. 22 November 2010



      "Sertifikat Tanah study Sambas (Kec.Tangaran dan Teluk Keramat)"

      oleh Kontak Rakyat Borneo pada 17 November 2010 jam 13:53


      1. Latar Belakang.
      Investasi kini bukan hal yang awan bagi masyarakat, presefsi investasi menurut mereka masuknya perusahaan yang menyediakan lapangan pekerjaan atau mereka dapat bekerja atau menjual segala macam yang dapat diolah oleh perusahaan, dengan demikian ada keuntungannya timbale balik antara perusahaan dan masyarakat.
      Kabupaten Sambas khususnya, Kalimantan barat sekarang telah mengembangkan perkebunan kelapa sawit hampir diseluruh wilayah, pro dan kontra adalah biasa, Namun akan menjadi soal jika permasalahan telah merampas hak keperdataan, hak untuk memilih dari masyarakat sudah dibungkam atau diancam bahkan dengan penipuan, Ironis jika investasi dengan cara memaksakan, keyakinan saya ternyata masyarakat lebih taat hukum dan paham atas hak milik seseorang.

      Investasi perkebunan kelapa sawit PT.Patiware satu di Kabupaten Sambas diwilayah kecamatan tangaran dan kec. Teluk keramat, menyebabkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan. Ketegangan demi ketegangan selalui mengikuti hari-hari masyarakat, terutama pemilik lahan pertanian, kebun karet masyarakat dengan pegawai perusahaan yang berasal dari masyarakat setempat, tatanan social dan harmonisasi kekeluargaan seluruh penduduk terpecah oleh pro dan kontra,

      Pro perusahaan terutaman mereka yang telah di tarik menjadi pegawai oleh perusahaan, kemudian oknum aparatur desa yang mendapatkan keuntungan, sebagian masyarakat yang akan dijanjikan tanah pada lahan perkebunan sawit tersebut, kebanyakkan pro ini mereka yang tanahnya tidak terkena wilayah perkebunan sawit atau tidak memiliki tanah, sehingga dengan adanya perkebunan memudahkan bagi mereka mempunyai hak tanpa beban.
      Kontra perusahaan terutama akibat sebagian lahan atau seluruh lahan mereka terkena kegiatan perkebunan sawit, tanah mereka yang ditanami padi dan kebun karet yang telah menghasilkan serta memberikan kesejahteraan, mereka telah merasakan nikmatnya hasil pertanian tersebut, harta yang dibanggakan, tanah yang diolah dengan keringat beserta do’a, inilah mereka yng sesungguhnya secara langsung merasa dirugikan dari kehadiran perkebunan kelapa sawit.

      Persoalan pokok di tengah masyarakat yang memiliki lahan pertanian atau pada umumnya masyarakat adalah sertifikat tanah, hak milik yang harus diakui oleh pemerintah dan Negara, kepermilikkan berdasarkan hukum, sementara masyarakat tidak semua memahami arti hak milik yang mereka punya kecuali berdasarkan adat dan kelaziman masyarakat setempat.
      2. Permasalahan.
      Hasil assesmen di dua lokasi kabupaten sambas, yaitu kecamatan tangaran dan kecamatan teluk keramat, Diketahui bahwa sebagian besar masyarakat tidak mempunyai sertifikat lahan pertanian dan perkebunan mereka walaupun surat keterangan tanah, padahal ini penting sebagai batas antara kepemilikkan lahan masyarakat dan lahan perkebunan, kemudian penting lagi sebagai dasar hak untuk melakukan transaksi jual beli tanah.

      3. Penjelasan.
      Bahwa untuk menjawab permasalahan diatas, maka kami perlu mengulas latar belakang mengapa faktanya konflik perkebunan sawit terjadi disebabkan tidak adanya pengakuan terhadap kepemilikkan lahan masyarakat oleh perusahaan perkebunan sawit kepada masyarakat yang tidak mempunyai sertifikat.
      Kondisi ini membuat masyarakat tak mempunyai nilai tawar atau tidak dianggab sebagai pemilik yang sah terhadap tanah, tumbuhan dan pekarangan rumah, ketidak berpihakkan aparatur pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat tidak peka, padahal jika peka tidak mungkin investasi terhalang atau berjalan lambat, Kita membiarkan kondisi investasi terbiasa dibiarkan merampok milik orang.

      a. Undang-undang berkaitan hak milik.
      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 5 TAHUN 1960, TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA.Adapun pasal-pasalnya sebagai berikut:
      (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
      Pasal 4 ayat “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
      Pasal 15 berbunyi” Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.”
      Pasal 16 ayat Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah: a. hak milik, b. hak guna-usaha, c. hak guna-bangunan, d.hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut-hasil hutan,
      Bagian II, Pendaftaran tanah. Pasal 19 ayat (4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
      Bagian III, Hak milik, Pasal 20 ayat (1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Kemudian Pasal 21 ayat (1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

      a.1. Kesimpulan.
      Bahwa hak atas tanah secara sangat penting jika ditinjau dari hukum agraria, kepemilikkan sangat diakui oleh uu agraria, namun prakteknya disalah gunakan oleh beberapa oknum yang dibayar atau atas nama investasi, dengan mengorbankan ratusan bahkan ribuan orang yang menggantungkan harapan dan cita-cita pada sebidang tanah.
      Namun disebabkan ketidak tahuan dan isu berkembang dimasyarakat bahwa sertifikat sangat mahal harganya, ini membuat masyarakat kesulitan untuk mengsertifikatkan tanah mereka, sementara mereka tidak mampu membayar karena harga sertifikat semakin tahun semakin meningkat harganya, jika di tinjau kemmpuan masyarakat ada sangup membayar ada juga yang tidak.
      Untuk surat keterangan tanah saja tidak dilayani oleh pemerintah desa dan kecamatan sebagai pengakuan hak milik, Ini terkait hak milik masyarakat sesuai prosudur hukum, peraturan pemerintah yang mengakomodasikan bentuk lain dari sertifikat kepemilikkan tanah.

      b. Fakta lahan.
      Diwilayah Kabupaten sambas, khususnya kecamatan Tangaran dan teluk keramat, hampir sebagian tidak memupnyai sertifikat, khususnya lahan perladangan tanaman padi serta lahan perkebunan karet masyarakat, semua tanaman tersebut telah lama diusahakan dan sebagian baru dilakukan penanaman mereka.

      Fakta tanaman dan tumbuhan diatas lahan masyarakat merupakan indicator kepemilikkan, sebagian lagi saksi batas tanah yang ada diantara masyarakat dapat dipertanggung jawabkan, Pengakuan atas keterangan kesaksian batas (Batas Antara menurut adat sambas)merupakan wujud kepemilikkan tanah tersebut.
      Selama ini adat disambas mengakui batas antara tanah satu kepemilikan dengan kepemilikan lainnya, hal ini berlangsung sejak lama sebelum ada kerajaan, sesudah ada kerajaan dan zaman kemerdekaan Indonesia, biasanya paret kecil atau tanda pohon sebagai alat pengenal antara, kenyataan hukum dimasyarakat sebagai norma hukum menurut kontitusi kita, Beberapa ketentuan norma hukum masyarakat di akui sebagai sebuah kenyataan yang harus dipatuhi oleh pemerintah, dunia usaha dan warga Negara.

      c. Kebijakkan tak berpihak.
      Pemerintah sambas dengan visinya membawa investor bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan pemasukkan pemerintah daerah, segala macam investasi yang beminat diwilayah sambas sangat didukung, tidak terkecuali dengan perkebunan sawit PT.Patiware satu. Masukknya perusahaan tersebut telah mendapat izin dari pemerintah.
      Kesalahan terbesar pemerintah kabupaten sambas dan kabupaten lainnya diwilayah Kalimantan barat tidak mempersiapkan kondisi hukum, social dan budaya masyarakat menyikapi masuknya investasi. Akibatnya dimana saja hadirnya perkebunan sawit menciptakan konflik, hilangnya ketentraman masyarakat dan situasi yang tidak kondusif dalam jangka pendek atau jangka panjang.
      Adapun kebijakkan pemerintah terhadap masyarakat ada beberapa poin yang kami tangkap dari pembicaraan dengan sebagian masyarakat pemilik lahan pertanian dan perkebunan sebagai berikut:
      Mempersiapkan lahan masyarakat berupa surat keterangan tanah atau sertifikat sebagai bukti kepemilikkan lahan, Harapannya ada batas lahan masyarakat dn perusahaan sehingga ketika bernegoisasi pelepasan tanah masyarakat mempunyai nilai tawar yang sama tingginya kedudukan dengan perusahaan.
      Adanya pengakuan Hak pilihan masyarakat terhadap usaha, budaya yang selama ini mereka pertahankan, sehingga tidak merusak norma hukum yang ada di masyarakat terhadap penindasan dan intimidasi.
      Keberpihakkan setiap kasus yang terjadi hendaknya berkeadilan, faktanya kasus masyarakat kec.tangaran dan kec.teluk keramat, beberapa masyarakat melaporkan ulah para pekerja perusahaan perkebunan PT.Patiware satu yang merusak lahan pertanian dan perkebunan karet ke Polisi tidak ditanggapi aparat kepolisian disana.
      Masyarakat tidak mendapatkan penyuluhan hukum berkenaan dengan hak dan tanggung jawab terhadap investasi serta hal-hal berhubungan kedudukan masyarakat dalam hukum.
      Evaluasi dan monitoring terhadap kondisi usaha perkebunan serta masyarakat, menghindari konflik, penanganan dilakukan dengan baik, nyatanya adanya konflik terus berlangsung tanpa penyelesayan, dibiarkan kondisi ini mengambang, akibatnya amarah masyarakat mengakibatkan anarkisme.
      Bukan investasi yang salah, Namun melaksanakan investasi yang tidak benar mengakibatkan konflik terjadi, sangat disayangkan konflik mengakibatkan anarkisme dari masyarakat, perkebunan sawit , pemerintah daerah dan aparat penegak hukum berujung darah dan korban jiwa.


      Kesimpulan.
      Konflik demi konflik tejadi disebabkan ada beberapa hak yang dirampas dan dipaksakan, proses hukum tidak dikedepankan oleh semua pihak terutama pemerintah daerah dan pengusaha perkebunan sawit yang lebih memahami hak dan kewajiban. Cara-cara merampas, menindas dan ancaman di tengah ketidak tahuan masyarakat sudah harus di hilangkan demi terciptanya iklim investasi yang baik.
      Pelayanan aparatur dari tingkat RT,RW, BPD dan Desa kepada warga harus ditingkatkan, karena selama ini merekalah menjadi actor yang bisa menciptakan kehancuran masyarakat atau kebaikan masyarakat, pencerdasan masyarakat akan hukum sudah harus dimulai dari actor di tingkat desa, merekalah selama ini yang harus membawa masyarakat menuju kesejahteraan dan berkeadilan.

      Investor perkebunan sawit hendaknya melihat secara benar hak perdata masyarakat dan berpraktek investasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri ini, Kepatuhan terhadap undang-undang dan norma hukum yang ada, menghormati pilihan hidup serta usaha masyarakat sebuah bentuk niat baik berinvestasi bagi kalangan pengusaha perkebunan.

      Ketegasan pemerintah daerah dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan Provinsi seharusnya sudah dilakukan semenjak komitmen investasi diberikan, terhadap pelnggaran yang dilakukan oleh perkebunan sawit seharusnya tidak ditolerir lagi, Sikap ini merupakan bagian pertanggung jawaban pemerintah secara langsung kepada rakyatnya, Janganlah setelah konflik yang merugikan baru pemerintah bersikap, Keterlambatan penanganan pemerintah berujung pada korban masyarakat dan iklim investasi.

      Pontianak, 17 November 2010.
      Firanda.