Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Jumat, 24 September 2010

“Monitoring Kerja Kerja Kejaksaan”

1. Penanganan Kasus
Beberapa kasus korupsi yang ditangani oleh Pihak kepolisian tidak berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sesui prosudur Kitab Hukum Acara Pidana(KUHAP), Padahal tugas dan Tanggung jawab dari Kejaksaan dan Kepolisian melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan di Pengadilan Negeri.
Beberapa kasus yang terjadi di Kalimantan barat yang proses pidana belum dilakukan tindak lanjut hukum adalah Asuransi Gubernur , Bansos Kalbar, dan lainnya sekarang masih belum jelas seperti apa kejelasannya.
Pihak kejaksaan selama ini belum juga melakukan verifikasi atas kasus –kasus korupsi yang telah masuk dalam proses penyelidikan dan penyidikan di kejaksaan maupun di kepolisian, progres penyidikan sebagai amanat ketentuan UU No, 31 tahun 1999 tentang Kejahatan Tindak Pidana Korupsi.
Kejaksaan kalbar selama ini dianggap tidak serius atau tidak tranfaransi kepada public berhubungan kasus yang melibatkan para penjabat ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Baik pegawai negeri atau penjabat yang aktiv maupun sudah tidak menjabat.

2. Kendala Proses Penyidikan Penjabat

Dalam proses penyidikan terhadap penjabat yang masih aktiv sering mendapat kendala, Hal ini sering dikemukankan oleh kejaksaan diantaranya Masih harus ijin menteri dalam negeri dan Presiden atau kurangnya bukti tindak pidana korupsi.

A. Perizinan Penyidikan.

Kendala penyidikan ini sehubungan dengan UU NOMOR 32 TAHUN 2004. TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH pada Pasal 36 ayat, (1) Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu. paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.
(3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)..
Proses birokrasi dalam pengajuan ijin sesuai pasal 36 ayat 1 melalui presiden memperlambat waktu penyidikan walau proses harus 60 hari, kemudian tidak dijelaskan apakah proses tersebut mendapat ijin atau tidak.Kenyataan selama ini menjadi terhambatnya penyidikan oleh pihak kejaksaan.
B. Kurang Bukti.
Kejaksaan Tingggi (Kajati) sering mengungkapkan bahwa kasus korupsi terdapat kurang bukti, tanpa kita berasumsi, komentar ini kurang memuaskan para pihak termasuk masyarakat, contoh kasus Bansos kalbar,
Sangat membingungkan, Mengutif ungkapan Mantan Kabag Reskrim Susno DJ.”Kejahatan korupsi lebih mudah menyidiki daripada pencuri baju”. Jadi mustahillah pembuktian kejahatan korupsi tidak dapat dibuktikan padahal kasus korupsi telah masuk proses penyidikan, sebab kejahatan korupsi merupakan kejahataan adminstrasi yang kaitan bukti terdapat di atas kertas dan pelaku ada. Alasan tersebut tentu tidak bisa diterima, karena:
B.1. Proses penentuan peningkatan kasus korupsi dari penyelidikan ke penyidikan seharusnya sudah melewati proses internal yang kejaksaan, bahkan untuk kasus besar harus diputuskan Jaksa Tinggi (Kajati)
B.2. Alasan penetapan tersangka dalam Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana, harus ada bukti awal dan tentu saja dari awal sudah diketahui apakah ada tindak pidana/ tidak.

C. Tebang Pilih

Tebang pilih penanganan kasus bukan rahasia umum lagi, lihat saja kasus yang terungkap di peradilan negeri yang telah dilakukan penuntutan oleh kejaksaan, kasus yang dip roses hanya penjabat rendahan yang merugikan Negara yang disidangkan seperti Rumah Sakit Sudarso Pontianak , BNI UNTAN dan banyak lagi, Namun untuk kasus besar yang melibatkan penjabat dan aparatur tidak bisa di tindak sesuai dengan prosudur hukum yang berlaku contoh kasus Bansos Koni Kalbar yang melibatkan Setda Provinsi dan Gubernur Usman Jafar.

Realita tebang pilih sudah dapat dipahami, ini kejadian yang sering terjadi apabila kasus besar masuk ketangan kejaksaan, maka akhir penyidikan pasti SP 3 atau tidak diproses sesuai Hukum. Namun yang paling dominan terhambatnya kasus penyidikan kebanyakkan adalah masalah izin penyidikan kepada presiden.

3. Surat Edaran Mahkamah Agung.

Berpangku tangan kejaksaan kepada UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dapat disiasati dengan terbitnya Surat Edaran 09 THUN 2009 Ketua Mahkamah Agung tentang Petunjuk Izin Penyidikan Terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Anggota DPRD,
Berdasarkan Surat Edaran ini, Setelah masa permohonan izin penyidikan telah lewat 60 hari, maka izin persetujuan penyelidikan dan penyidikan dari presiden tidak relevan lagi, maka proses hukum terhadap koruptor sudah bisa masuk ke Pengadilan Negeri.
Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 1 dalam surat edaran Mahkamah Agung dan pasal 11 Ayat 4 yang berbunyi”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),(2) dan ayat (3) tidak berlaku apabila Anggota MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi,dan DPRD Kabupaten Kota ; melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Jadi mustahillah izin dari presiden menjadi kendala dalam pengungkapan kasus korupsi yang selama ini selalu dijadikan alasan untuk tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan.


4. Lemahnya Kejaksaan.

Dari beberapa kali Kontak Rakyat Borneo melakukan monitoring terhadap kejaksaan, dapat disimpulkan sebab –sebab mengapa proses penegakkan hukum kasus korupsi jalan di tempat sebagai berikut;

4.a. Kejaksaan masih rentan intervensi politik dalam penanganan kasus korupsi.

4.b. Kurang Fropesionalnya kejaksaan terhadap penanganan korupsi, faktanya banyak kasus –kasus besar bebas tanpa bukti nyata, contoh kasus PSHDR Kasus Mempawah, Kasus Korupsi DPRD Bengkayang putus Bebas.

4.c. Masih banyaknya mafia peradilan /mafia kasus bercokol di sistim birokrasi kejaksaan .

4.d. Menumpuknya kasus korupsi yang tak ditangani berakibat pembiaran kasus korupsi.


5. Kesimpulan.

Dapat disimpulkan bahwa kinerja kejaksaan selama ini tercatat tidak serius menangani kasus-kasus korupsi dikalimantan barat, ini dapat dilihat banyak kasus korupsi yang tak terungkap pada proses persidangan maupun tranfaransi kasus di media cetak maupun media elektronik.
Buruknya penegakkan hukum yang diakibatkan mafia peradilan menjadikan persoalan keadilan hanya hisapan jempol saja, keadilan hukum menjadi jauh dari harapan perasaan masyarakat.
Kejaksaan harus membenahi intitusinya secara radikal dengan melakukan perubahan sistim, penindakan tegas berupa pemecatan, dan tranfaransi public. benih mafia peradilan telah masuk kedalam sistim dan pribadi aparat jaksa walau ada sedikit jaksa yang jujur serta loyal kepada tugas dan fungsi kejaksaan sebagai garda penegak hukum namun kondisi tersebut harus dikawal supaya hukum berjalan sebagai mana dicita-citakan.

Pontianak. 18 September 2010
(Kontak Rakyat Borneo)
Tertanda

Firanda
(Koordinator Hukum dan Monitoring peradilan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar