Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Kamis, 06 Januari 2011

"Sertifikat Tanah study Sambas (Kec.Tangaran dan Teluk Keramat)"

oleh Kontak Rakyat Borneo pada 17 November 2010 jam 13:53


1. Latar Belakang.
Investasi kini bukan hal yang awan bagi masyarakat, presefsi investasi menurut mereka masuknya perusahaan yang menyediakan lapangan pekerjaan atau mereka dapat bekerja atau menjual segala macam yang dapat diolah oleh perusahaan, dengan demikian ada keuntungannya timbale balik antara perusahaan dan masyarakat.
Kabupaten Sambas khususnya, Kalimantan barat sekarang telah mengembangkan perkebunan kelapa sawit hampir diseluruh wilayah, pro dan kontra adalah biasa, Namun akan menjadi soal jika permasalahan telah merampas hak keperdataan, hak untuk memilih dari masyarakat sudah dibungkam atau diancam bahkan dengan penipuan, Ironis jika investasi dengan cara memaksakan, keyakinan saya ternyata masyarakat lebih taat hukum dan paham atas hak milik seseorang.

Investasi perkebunan kelapa sawit PT.Patiware satu di Kabupaten Sambas diwilayah kecamatan tangaran dan kec. Teluk keramat, menyebabkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan. Ketegangan demi ketegangan selalui mengikuti hari-hari masyarakat, terutama pemilik lahan pertanian, kebun karet masyarakat dengan pegawai perusahaan yang berasal dari masyarakat setempat, tatanan social dan harmonisasi kekeluargaan seluruh penduduk terpecah oleh pro dan kontra,

Pro perusahaan terutaman mereka yang telah di tarik menjadi pegawai oleh perusahaan, kemudian oknum aparatur desa yang mendapatkan keuntungan, sebagian masyarakat yang akan dijanjikan tanah pada lahan perkebunan sawit tersebut, kebanyakkan pro ini mereka yang tanahnya tidak terkena wilayah perkebunan sawit atau tidak memiliki tanah, sehingga dengan adanya perkebunan memudahkan bagi mereka mempunyai hak tanpa beban.
Kontra perusahaan terutama akibat sebagian lahan atau seluruh lahan mereka terkena kegiatan perkebunan sawit, tanah mereka yang ditanami padi dan kebun karet yang telah menghasilkan serta memberikan kesejahteraan, mereka telah merasakan nikmatnya hasil pertanian tersebut, harta yang dibanggakan, tanah yang diolah dengan keringat beserta do’a, inilah mereka yng sesungguhnya secara langsung merasa dirugikan dari kehadiran perkebunan kelapa sawit.

Persoalan pokok di tengah masyarakat yang memiliki lahan pertanian atau pada umumnya masyarakat adalah sertifikat tanah, hak milik yang harus diakui oleh pemerintah dan Negara, kepermilikkan berdasarkan hukum, sementara masyarakat tidak semua memahami arti hak milik yang mereka punya kecuali berdasarkan adat dan kelaziman masyarakat setempat.
2. Permasalahan.
Hasil assesmen di dua lokasi kabupaten sambas, yaitu kecamatan tangaran dan kecamatan teluk keramat, Diketahui bahwa sebagian besar masyarakat tidak mempunyai sertifikat lahan pertanian dan perkebunan mereka walaupun surat keterangan tanah, padahal ini penting sebagai batas antara kepemilikkan lahan masyarakat dan lahan perkebunan, kemudian penting lagi sebagai dasar hak untuk melakukan transaksi jual beli tanah.

3. Penjelasan.
Bahwa untuk menjawab permasalahan diatas, maka kami perlu mengulas latar belakang mengapa faktanya konflik perkebunan sawit terjadi disebabkan tidak adanya pengakuan terhadap kepemilikkan lahan masyarakat oleh perusahaan perkebunan sawit kepada masyarakat yang tidak mempunyai sertifikat.
Kondisi ini membuat masyarakat tak mempunyai nilai tawar atau tidak dianggab sebagai pemilik yang sah terhadap tanah, tumbuhan dan pekarangan rumah, ketidak berpihakkan aparatur pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat tidak peka, padahal jika peka tidak mungkin investasi terhalang atau berjalan lambat, Kita membiarkan kondisi investasi terbiasa dibiarkan merampok milik orang.

a. Undang-undang berkaitan hak milik.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 5 TAHUN 1960, TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA.Adapun pasal-pasalnya sebagai berikut:
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
Pasal 4 ayat “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
Pasal 15 berbunyi” Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.”
Pasal 16 ayat Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah: a. hak milik, b. hak guna-usaha, c. hak guna-bangunan, d.hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut-hasil hutan,
Bagian II, Pendaftaran tanah. Pasal 19 ayat (4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Bagian III, Hak milik, Pasal 20 ayat (1) Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Kemudian Pasal 21 ayat (1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

a.1. Kesimpulan.
Bahwa hak atas tanah secara sangat penting jika ditinjau dari hukum agraria, kepemilikkan sangat diakui oleh uu agraria, namun prakteknya disalah gunakan oleh beberapa oknum yang dibayar atau atas nama investasi, dengan mengorbankan ratusan bahkan ribuan orang yang menggantungkan harapan dan cita-cita pada sebidang tanah.
Namun disebabkan ketidak tahuan dan isu berkembang dimasyarakat bahwa sertifikat sangat mahal harganya, ini membuat masyarakat kesulitan untuk mengsertifikatkan tanah mereka, sementara mereka tidak mampu membayar karena harga sertifikat semakin tahun semakin meningkat harganya, jika di tinjau kemmpuan masyarakat ada sangup membayar ada juga yang tidak.
Untuk surat keterangan tanah saja tidak dilayani oleh pemerintah desa dan kecamatan sebagai pengakuan hak milik, Ini terkait hak milik masyarakat sesuai prosudur hukum, peraturan pemerintah yang mengakomodasikan bentuk lain dari sertifikat kepemilikkan tanah.

b. Fakta lahan.
Diwilayah Kabupaten sambas, khususnya kecamatan Tangaran dan teluk keramat, hampir sebagian tidak memupnyai sertifikat, khususnya lahan perladangan tanaman padi serta lahan perkebunan karet masyarakat, semua tanaman tersebut telah lama diusahakan dan sebagian baru dilakukan penanaman mereka.

Fakta tanaman dan tumbuhan diatas lahan masyarakat merupakan indicator kepemilikkan, sebagian lagi saksi batas tanah yang ada diantara masyarakat dapat dipertanggung jawabkan, Pengakuan atas keterangan kesaksian batas (Batas Antara menurut adat sambas)merupakan wujud kepemilikkan tanah tersebut.
Selama ini adat disambas mengakui batas antara tanah satu kepemilikan dengan kepemilikan lainnya, hal ini berlangsung sejak lama sebelum ada kerajaan, sesudah ada kerajaan dan zaman kemerdekaan Indonesia, biasanya paret kecil atau tanda pohon sebagai alat pengenal antara, kenyataan hukum dimasyarakat sebagai norma hukum menurut kontitusi kita, Beberapa ketentuan norma hukum masyarakat di akui sebagai sebuah kenyataan yang harus dipatuhi oleh pemerintah, dunia usaha dan warga Negara.

c. Kebijakkan tak berpihak.
Pemerintah sambas dengan visinya membawa investor bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan pemasukkan pemerintah daerah, segala macam investasi yang beminat diwilayah sambas sangat didukung, tidak terkecuali dengan perkebunan sawit PT.Patiware satu. Masukknya perusahaan tersebut telah mendapat izin dari pemerintah.
Kesalahan terbesar pemerintah kabupaten sambas dan kabupaten lainnya diwilayah Kalimantan barat tidak mempersiapkan kondisi hukum, social dan budaya masyarakat menyikapi masuknya investasi. Akibatnya dimana saja hadirnya perkebunan sawit menciptakan konflik, hilangnya ketentraman masyarakat dan situasi yang tidak kondusif dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Adapun kebijakkan pemerintah terhadap masyarakat ada beberapa poin yang kami tangkap dari pembicaraan dengan sebagian masyarakat pemilik lahan pertanian dan perkebunan sebagai berikut:
Mempersiapkan lahan masyarakat berupa surat keterangan tanah atau sertifikat sebagai bukti kepemilikkan lahan, Harapannya ada batas lahan masyarakat dn perusahaan sehingga ketika bernegoisasi pelepasan tanah masyarakat mempunyai nilai tawar yang sama tingginya kedudukan dengan perusahaan.
Adanya pengakuan Hak pilihan masyarakat terhadap usaha, budaya yang selama ini mereka pertahankan, sehingga tidak merusak norma hukum yang ada di masyarakat terhadap penindasan dan intimidasi.
Keberpihakkan setiap kasus yang terjadi hendaknya berkeadilan, faktanya kasus masyarakat kec.tangaran dan kec.teluk keramat, beberapa masyarakat melaporkan ulah para pekerja perusahaan perkebunan PT.Patiware satu yang merusak lahan pertanian dan perkebunan karet ke Polisi tidak ditanggapi aparat kepolisian disana.
Masyarakat tidak mendapatkan penyuluhan hukum berkenaan dengan hak dan tanggung jawab terhadap investasi serta hal-hal berhubungan kedudukan masyarakat dalam hukum.
Evaluasi dan monitoring terhadap kondisi usaha perkebunan serta masyarakat, menghindari konflik, penanganan dilakukan dengan baik, nyatanya adanya konflik terus berlangsung tanpa penyelesayan, dibiarkan kondisi ini mengambang, akibatnya amarah masyarakat mengakibatkan anarkisme.
Bukan investasi yang salah, Namun melaksanakan investasi yang tidak benar mengakibatkan konflik terjadi, sangat disayangkan konflik mengakibatkan anarkisme dari masyarakat, perkebunan sawit , pemerintah daerah dan aparat penegak hukum berujung darah dan korban jiwa.


Kesimpulan.
Konflik demi konflik tejadi disebabkan ada beberapa hak yang dirampas dan dipaksakan, proses hukum tidak dikedepankan oleh semua pihak terutama pemerintah daerah dan pengusaha perkebunan sawit yang lebih memahami hak dan kewajiban. Cara-cara merampas, menindas dan ancaman di tengah ketidak tahuan masyarakat sudah harus di hilangkan demi terciptanya iklim investasi yang baik.
Pelayanan aparatur dari tingkat RT,RW, BPD dan Desa kepada warga harus ditingkatkan, karena selama ini merekalah menjadi actor yang bisa menciptakan kehancuran masyarakat atau kebaikan masyarakat, pencerdasan masyarakat akan hukum sudah harus dimulai dari actor di tingkat desa, merekalah selama ini yang harus membawa masyarakat menuju kesejahteraan dan berkeadilan.

Investor perkebunan sawit hendaknya melihat secara benar hak perdata masyarakat dan berpraktek investasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri ini, Kepatuhan terhadap undang-undang dan norma hukum yang ada, menghormati pilihan hidup serta usaha masyarakat sebuah bentuk niat baik berinvestasi bagi kalangan pengusaha perkebunan.

Ketegasan pemerintah daerah dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan Provinsi seharusnya sudah dilakukan semenjak komitmen investasi diberikan, terhadap pelnggaran yang dilakukan oleh perkebunan sawit seharusnya tidak ditolerir lagi, Sikap ini merupakan bagian pertanggung jawaban pemerintah secara langsung kepada rakyatnya, Janganlah setelah konflik yang merugikan baru pemerintah bersikap, Keterlambatan penanganan pemerintah berujung pada korban masyarakat dan iklim investasi.

Pontianak, 17 November 2010.
Firanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar