Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Rabu, 18 Agustus 2010

mAFIO II (Sawit VS Rakyat)

Pada saat kita membaca mafio, saya bercerita sedikit tentang mafia perkebunan secara singkat, paling tidak ada gambaran tentang praktek, dampak secara singkat, Harapan saya adalah gambaran yang sama bagi kita walau prespektif yang berbeda memandang perkebunan sawit yang ada di Kalimantan barat. Faktanya seperti itulah yang terjadi ketika melihat orang-orang kampung ketakutan jika wilayah mereka ada investor sawit masuk , yang terpikir oleh mereka adalah hilangnya sejumlah lahan pertanaian, sulitnya mencari tumbuh2an hutan yang dijadikan bahan makanan, bahan bakar untuk memasak, hilang harapan hijaunya kampung mereka yang penuh sejumlah binatang dan tumbuhan.
Praktek perkebunan yang ada telah menuai kehancuran baik secara ekologi, social dan fsikologi masyarakat asli di pedalaman, kemajuan dan kesejahteraan jauh dari kehidupan mereka, real yang mendapat kesejahteraan apabila mempunyai kapling perkebunan cukup banyak, namun jika hanya punya satu kapling jauh dari kesejahteraan, apalagi biaya perawatan cukup besar, sudah banyak contoh yang terjadi di wilayah Kalimantan barat ini.

Sebagai cotoh kasus, banyak penolakan terhadap perkebunan sawit di tiap-tiap daerah, kesadaran mereka muncul setelah hitung-hitungan keuntungan adanya perkebunan sawit , ternyata keberadaan sawit di wilayah mereka banyak menimbulakn kerugian, contoh kasus masyarakat yang mempunyai lahan 5 ha, setelah ada perkebunan Cuma 2 Hektar saja, belum lagi semua hal harus di beli , mulai dari beras yang dulu bisa usaha sendiri, Banyakhal akan berubah yang pada akhirnya terjepitnya masyarakat dari kebutuhan pokok mereka.

PERSETERUAN SAWIT DAN RAKYAT.
Berdasarkan data dan informasi yang kami dapat dari data media Pontianak tribun. co.id, terdapat beberapa kasus yang menjadi contoh gejolak perkebunan sawit dengan masyarakat, pertarungan antara yang pencaplok tanah dengan yang mempertahankan tanah, drama ini dicatat dengan baik dalam berita sebagai berikut:

1. SINTANG, TRIBUN - Dari 23 perusahaan perkebunan di Sintang setengahnya dalam keadaan bermasalah, khususnya dengan masyarakat. Masalah yang terjadi di antaranya, soal penyerahan lahan dan sistem bagi hasil dengan masyarakat.Anggota DPRD Kabupaten Sintang A Jin, Sabtu (24/4), mengatakan, ia merasa heran dengan masalah-masdalah yang muncul di Sintang tersebut. Apalagi, dari 23 perusahaan yang ada hampir 50 persen bermasalah dengan masyarakat.

2. SAMBAS, TRIBUN - Warga Desa Balai Gemuruh, Kecamatn Subah, mendatangi DPRD Sambas, Senin (19/4/10). Mereka menyampaikan kecemasan akan limbah sawit dari pembukaan lahan PT MAS, yang mengganggu aktifitas dan kualitas hidup warga desa.Warga mendesak, agar DPRD dapat menghentikan kegiatan landclearing oleh PT MAS.

3. JAKARTA, TRIBUN - Kebun sawit yang menjamur di Sumatera dan Kalimantan dinilai merusak lingkungan, walau di lain sisi mendatangkan banyak keuntungan finansial. Jika satu hektar hutan alam dapat menyerap sekitar satu juta meter kubik karbon, maka kebun Sawit hanya mampu menyerap tiga ribu meter kubik karbon saja.Kontroversi tersebut yang diseminarkan, Minggu (25/04/10) oleh Greenpeace Indonesia, yang diadakan di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia, Depok.

4. SAMBAS, TRIBUN - Perwakilan dari warga di empat kecamatan di Sambas mendatangi DPRD Sambas, Senin (1/3). Mereka mengadukan aktivitas perkebunan sawit yang bermasalah di kecamatan masing-masing, yakni Teluk Keramat, Jawai, Galing, dan Sajingan Besar. Kepada Tribun, Muhtadun menyebut aktivitas PT Pat yang melakukan survei, pembukaan lahan, serta pemasangan patok, meresahkan warga. "Pada areal lahan yang mereka mau masuki ada lebih dari 1.000 rumah, tiga sekolah, masjid, serta kebun masyarakat," terangnya.Dia menyebutkan PT Pat dan PT Wir, yang telah memasang patok di lahan warga sangat memprovokasi sehingga dapat menjadi potensi konflik. S Kadam, Kades Sijang, Kecamatan Galing, menjelaskan, warganya sudah tak sabar lagi melihat kegiatan PT KMP yang tidak memperhatikan hak masyarakat. Tidak ada sosialisasi sama sekali, perusahaan tiba-tiba masuk dan beraktivitas.

5. PONTIANAK, TRIBUN - Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta, melihat dari udara jalan bekas pembalakan liar di hutan lindung yang menyambung langsung ke Serawak, Malaysia. Sedikitnya delapan perusahaan perkebunan kelapa sawit berbatasan langsung dengan TNDS. Pembangunan perkebunan kelapa sawit di sekitar taman nasional mengkonversi 64.340 hektare (ha) hutan primer dan sekunder serta 965,2 juta ha lahan gambut. Tidak hanya itu, Menhut meminta Pemerintah Provinsi Kalbar menata ulang lokasi perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan penyangga TNDS.
Fakta ini menjadi study kita bahwa masuknya perkebunan sawit di Kalimantan barat berdampak sistimik baik ekonomi, social dan kehidupan berbangsa bernegara, bayangkan saja apabila tidak dihentikan expansi perkebunan sawit maka kita akan menuai bencana, apalagi perkebunan sawit merasa dapat mengatur segalanya dengan mudah bermodalkan sejumlah uang.
Kembali pada Jalurnya.

Kita sepakat bersama bukan perkebunan sawit yang kita tolak, Namun praktek-praktek perkebunan yang tidak humanisme dan melanggar ketentuan undang-undang yang tidak berpihak kepada rakyat, harapan siapapun setiap pelaku usaha hendaknya tidak memaksakan kehendaknya pada masyarakat hanya untuk kepentingan perseorangan, namun lebih pada kepentingan secara luas, untuk masyarakat dan kehidupan yang baik.
Bahwa tujuan keberadaan perkebunan hendaknya salah satu memperhatikan ketentuan UU sebagai berikut:

1. NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN, Pasal 3 berbunyi; Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan:
a. meningkatkan pendapatan masyarakat;
b. meningkatkan penerimaan negara;
c. meningkatkan penerimaan devisa negara;
d. menyediakan lapangan kerja;
e. meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f. memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan
g. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

2. Undang –Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 3 Berbunyi: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.


Bahwa banyak lagi ketentuan yang berkaitan keberadaan perkebunan sawit, namun kami tampilkan 2 ketentuan undang-undang tersebut di atas, Jadi hakekat undang – undang tersebut di atas dilaksanakan dengan arif dan bijaksana tentu tidak pernah terjadi penolakan dari semua pihak atas keberadaan perkebunan sawit.ternyata peristiwa dilapangan sungguh jauh dari harapan kita dan undang-undang yang dimaksud.

Adalah kita harus menjaga kontitusi yang telah dibuat dan implementasi di lapangan apakah sesuai dengan ketentuan yang telah di atur, sebagaimana praktek-praktek perkebunan yang menyimpang dan meresahkan kita hidup berbangsa, bahkan menyesengsarakan kehidupan rakyat, maka baiknya kita bersama untuk melakukan upaya perlawanan sesuai kemampuan kita, paling tidak membenci hal tersebut merupakan hal yang baik.

Penulis
5 May 2010(7:53 PM)
Firanda
Kontak Rakyat Borneo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar