Selamat Datang

Selamat Datang
Lumayan

Cari Blog Ini

Kamis, 19 Agustus 2010

"43 Korupsi, Kejati Tanpa Target"

Rabu, 06 Agustus 2008 , 14:12:00
43 Korupsi, Kejati Tanpa Target

Tersangka tak ditahan, proses bisa terhambat. Jaksa mengaku repot memeriksa saksi. Audit jadi kendala.

Pontianak, Belum ada perkembangan signifikan dari 43 kasus korupsi se-Kalbar yang telah ditingkatkan ke penyidikan. Kejaksaan Tinggi Kalbar dianggap tak memiliki target. Para tersangka juga tak ditahan, dikhawatirkan terjadi manipulasi barang bukti dan pengkondisian saksi.
“Jangan hanya bisa menggertak. Kasus korupsi yang ditangani kejaksaan itu mesti jadi prioritas. Jika secara formal telah terpenuhi unsurnya, kenapa tidak segera dilimpahkan ke pengadilan. Kesalahan fatal, tersangka tak ditahan,” kata Firanda SH, Koordinator Komunitas Pemantau Peradilan Kalbar (Kompakk) kepada Equator, Senin (4/8) kemarin.
Menurut Firanda, dalam beberapa kali publikasi penanganan korupsi ke media massa, Kejati tampak tak memiliki target kapan perkara itu akan segera dilimpahkan ke pengadilan. ”Ini menjadi penilaian masyarakat. Bukan hanya persoalan berapa banyak kasus yang telah naik ke penyidikan, namun berapa banyak yang telah dilimpahkan ke pengadilan,” ujar dia.
Jika tidak segera dilimpahkan, Firanda mengkhawatirkan para tersangka memanfaatkan waktu untuk melakukan manuver terhadap proses hukum yang bisa berakibat pemberantasan korupsi tidak maksimal. Persoalan lain, penetapan tersangka tidak ditindaklanjuti dengan penahanan.
“Ada kecenderungan tersangka yang masih bebas geraknya akan lebih mudah mengkondisikan kasus yang menimpanya. Mereka bisa saja memanipulasi barang bukti melalui sejumlah orang yang dijadikan saksi oleh kejaksaan. Atau bahkan menghilangkan barang bukti sehingga pihak kejaksaan sulit melacak kasus,” ungkap Firanda.
Soal kendala proses audit, Firanda memberikan solusi agar kejaksaan memanfaatkan jasa audit di luar auditor negara. ”Atau ada terobosan lain yang memungkinkan perkara tersebut bisa segera dilimpahkan,” kata Firanda.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalbar, Abdul Fattah SH MH mengatakan, perkembangan penanganan kasus korupsi yang ditangani Kejati Kalbar masih tahap pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan barang bukti.
Ditanya apakah akan menahan sejumlah tersangka, ia enggan berkomentar banyak. “Hambatan ndak ada. Cuma karena ini proses, kita masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Karena, ada saksi yang berada di luar kota, jadi ini agak sulit. Namun, saya punya keyakinan kalau bisa dipanggil lagi,” ucapnya.
Hambatan lain, menurut Abdul Fattah adalah audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun ia memahami kerja BPKP yang mencakup semua wilayah di Kalbar. “Kan di sejumlah Kejari juga ada menangani perkara korupsi yang juga perlu audit. Tetap ditangani, cuma menunggu waktu saja,” ungkap dia.
Ditanya target penanganan perkara, Abdul Fattah menargetkan dalam sebulan mendatang akan ada satu atau dua kasus yang dilimpahkan ke pengadilan. “Mudah-mudahan tak ada kendala,” tukas dia.
Sejumlah kasus yang kini sedang ditangani Kejati Kalbar di antaranya proyek peningkatan ketahanan fisik anak sekolah pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sanggau APBD 2006 dan 2007, Kasus ini di split dalam dua berkas dengan dua tersangka yaitu FPM, pejabat pembuatan komitmen (PPK) dalam proyek tahun 2006 dan PAT, PPK tahun 2007. Proyek tersebut dua tahun berturut-turut dianggarkan dalam APBD 2006 senilai Rp 3,449 miliar dan 2007 senilai Rp 6,033 miliar.
Bentuk pelaksanaan proyek itu melalui pemberian obat cacing dan multi vitamin untuk anak sekolah. Namun dalam pelaksanaannya diduga kuat terjadi penggelembungan harga atas jenis obat cacing Embacitrine Syrup dan multi vitamin Vicalcine Syrup. Harga pasaran untuk Embacitrine Syrup Rp 7.200 per boks atau Rp 600 per botol menjadi Rp 6.500 pada pengadaan 2006 dan Rp 6.975 pada 2007. Sedangkan untuk Vicalcine Syrup di pasaran Rp 2.170 per botol menjadi Rp 18.500 pada pengadan 2006 dan Rp 20.450 pada 2007. Dugaan kerugian negara untuk 2006 sekitar Rp 1,36 miliar dan 2007 sekitar Rp 2,93 miliar.
Sementara, untuk kasus dugaan penyimpangan dalam penerimaan asli daerah (PAD) atas retribusi pengujian mutu barang dari karet dan Crude Palm Oil (CPO) pada UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Disperindag Kalbar, tersangka RM merupakan kepala UPTD BPSMB Disperindag Kalbar.
Indikasi awal perkara tersebut didasarkan adanya penggunaan uang jasa hasil pengujian mutu barang dari karet dan CPO pada UPTD BPSMB sebesar Rp 1,051 miliar. Seharusnya berdasarkan ketentuan mengenai Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar sebagaimana diatur Perda Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, setiap penerimaan harus disetor ke kas daerah dan penggunaannya harus melalui proses APBD.
Selanjutnya, ada perkara dugaan korupsi bantuan eks pengungsi Sambas 1999 yang juga telah ditingkatkan ke penyidikan. Perkara itu terkait pelaksanaan kegiatan proyek mobilisasi/pengangkutan warga pengungsi dari penampungan ke relokasi pada tahun anggaran 2001 dan tahun anggaran 2002 pada Dinas Sosial Kalbar. Proyek tersebut dilakukan sebuah perusahaan untuk pengangkutan pengungsi dari penampungan ke tempat relokasi, yang seolah-olah perusahaan tersebut telah melaksanakan pengangkutan pengungsi dari tempat penampungan ke relokasi. Kerugian negara ditaksir sekitar Rp 2, 25 miliar.
Di Kejari Pontianak, sejumlah kasus korupsi masih terus di proses. Penyidikan korupsi DAK Diknas dan korupsi di program non regular Fakultas Teknik Untan masih menunggu hasil audit, sementara pemeriksaan terhadap sejumlah saksi masih terus dilakukan.
“Kita sudah melakukan pertemuan dengan auditor beberapa hari lalu dan semua kekurangan berkasa yang disampaikan auditor dulu telah kita penuhi. Saya kira tak terlalu lama lagi audit tersebut selesai,” kata Esly Demas SH MH, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak ditemui di ruang kerjanya, Senin (4/8) di Pontianak.
Tim auditor BPKP, menurutnya, melakukan audit untuk semua sekolah yang menerima anggaran tersebut, bukan hanya sample beberapa sekolah. “Jadi audit itu untuk semua sekolah sehingga memang mereka butuh waktu,” ungkapnya.
Seperti diketahui, kasus korupsi DAK Diknas senilai Rp 13,5 miliar menjadikan Kadis As, serta stafnya Ay dan Rs sebagai tersangka. Sedangkan untuk kasus korupsi di program non regular Fakultas Teknik Untan juga dalam proses audit BPKP.
Menurut Esly, tanpa audit pun sebenarnya kasus itu boleh dinaikkan ke pengadilan, namun akan lebih baik ada audit. “Kalau BPKP lambat, saya bisa saja ke BPK,” kata dia.
Kejari Pontianak juga ternyata telah membentuk tim untuk menjalankan Surat Kuasa Khusus (SKK) dalam hal penagihan tunggakan pelanggan PLN yang mencapai Rp 2,2 miliar. “Kita diminta untuk ikut menyelesaikan melalui SKK karena itu adalah uang negara. Sebelas jaksa kita tunjuk sebagai tim untuk menyelesaikan tunggakan secara perdata,” tukasnya.
Menurut dia, tunggakan pelanggan tersebut merupakan uang negara yang harus ada penyelesaiannya dari para penunggak. Dalam hal ini jaksa yang ditunjuk akan bekerja dalam menyelesaikan di tiap kecamatan. http://www.equator-news.com(her)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar